Materi 41 – Beriman Bahwasanya Allah Berbicara (Memiliki Sifat Kalam) Sesuai Dengan Kehendak-Nya Bagian Pertama

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى
AqidahManhajRukun Iman

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصْحابه ومن والاه

Anggota grup whatsapp Dirosah Islamiyyah, yang semoga dimuliakan oleh Allah.

Kita lanjutkan pembahasan Kitab Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang ditulis oleh Fadhilatul Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu ta’ala.

Masih kita pada pasal Beriman Kepada Allah.

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ta’ala:

و نؤمن بأن الله يتكلم بما شاء متى شاء كيف شاء

“Dan kita (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) beriman (meyakini, percaya) bahwasanya Allah يتكلم (Allah berbicara).”

Ini adalah sifat di antara sifat-sifat Allah dan ini bagian dari keimanan kita kepada Allah. Di antaranya adalah beriman bahwasanya Allah itu berbicara, yaitu memiliki sifat kalam.

Dan ini adalah aqidah kita (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) yang tidak ada keraguan di dalamnya.

بما شاء

“Allah berbicara sesuai dengan kehendaknya.”

Allah berbicara dengan bahasa yang Dia kehendaki, terkadang dengan bahasa Arab, bahasa Ibrani atau dengan bahasa yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara sesuai dengan kehendaknya.

⇒ Al-Qur’an adalah kalamullah diturunkan dengan bahasa Arab.

⇒ Taurat adalah termasuk kalamullah diturunkan dengan bahasa Ibrani.

⇒ Injil adalah kalamullah diturunkan dengan bahasa Suryani.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara sesuai dengan kehendaknya.

متى شاء

“Kapan saja Allah menginginkan.”

Allah berbicara di malam hari, di siang hari, di pagi, di sore, itu adalah kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kapan saja Dia menghendaki untuk berbicara maka itu kembali kepada Allah.

كيف شاء

“Bagaimana caranya dia berbicara”

Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara dengan suara yang keras atau dengan suara yang rendah. Ini semua kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini adalah secara global aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang masalah kalamullah.

Jadi Allah berbicara dengan apa yang Dia kehendaki, kapan Dia kehendaki dan dengan cara yang Dia kehendaki. Menunjukkan bahwasanya kalamullah adalah berkaitan dengan masyiatullah dan dia adalah حدث atau baru.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara apabila Allah menghendaki (berkaitan dengan masyiatullah Azza wa Jalla).

Kemudian beliau mendatangkan beberapa ayat yang berkaitan dengan masalah kalam ini, karena Ahlus Sunnah wal Jama’ah ketika mereka beraqidah, tidaklah mereka beraqidah kecuali berdasarkan dalil. Apalagi ini masalah nama dan sifat Allah yang tauqifiyyah. Kita menerima jadi dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِيمٗا

“Dan Allah berbicara kepada Musa dengan sebenar-benar pembicaraan” (QS An-Nisa’: 164)

Di dalam ayat ini jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada kita bahwasanya Allah berbicara kepada Musa.

وَكَلَّمَ ٱللَّهُ

Lafdzul jalallah di sini sebagai fail. Allah Subhanahu wa Ta’ala Dia-lah yang berbicara, adapun Musa di sini sebagai maf’ul (yang diajak berbicara). Menunjukkan bahwasanya Allah memiliki sifat kalam.

Berbicara kepada siapa yang Allah kehendaki, dengan kehendak-Nya, kapan Dia menghendaki dan cara apapun yang Dia kehendaki, kepada siapa Dia berbicara, kembali kepada kehendak Allah.

Di sini Allah berbicara kepada Nabi Musa alaihissalam, sehingga Nabi Musa alaihissalam gelar beliau adalah kalimullah (orang yang pernah Allah ajak berbicara). Karena tidak semua nabi pernah diajak berbicara langsung oleh Allah. Ini adalah anugerah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

تِلْكَ ٱلرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۘ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ ٱللَّهُ

“Itu adalah para rasul, kami muliakan sebagian mereka di atas sebagian yang lain di antara mereka ada yang Allah ajak berbicara.” (QS Al-Baqarah: 253)

Di antaranya adalah Nabi Musa alaihissalam, kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam beliau juga kalimullah, kemudian Nabi Adam alaihissalam yang juga pernah diajak bicara langsung Allah Azza wa Jalla.

Ini menunjukkan sifat kalam bagi Allah تَكۡلِيمًا dengan sebenar-benar pembicaraan dan dalam bahasa Arab dinamakan dengan maf’ul mutlaq yang fungsinya adalah menunjukkan kesungguhan atau penguatan sehingga ketika dikatakan:

وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِيمًا

Artinya Allah benar-benar berbicara kepada Musa.

Dan ini membantah sebagian yang mengatakan bahwasanya ini sekedar majas saja bukan hakiki.

Firman Allah تَكۡلِيمًا menunjukkan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala benar-benar berbicara kepada Musa. Dengan kalam, dengan sifat bicara yang sesuai dengan keagungan Allah.

Tidak sama dengan bicaranya manusia, jangan dibayangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara seperti manusia memiliki bibir, memiliki lidah dan seterusnya. Tidak ! Itu adalah kalam yang dimiliki oleh manusia.

Adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala maka sifat Allah adalah sesuai dengan keagungan-Nya tidak sama dengan sifat makhluk. Karena kaidah secara umum, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak serupa dengan makhluk baik dzat , sifat dan nama-Nya.

Berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:

لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

“Tidak ada yang serupa dengan Allah sesuatu apapun dan Dia adalah Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS Asy-Syura: 11)

Penetapan kita bahwasanya Allah mendengar dan Dia melihat bukan berarti kita menyamakan Allah dengan makhluk yang juga mendengar dan melihat tetapi

لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ

“Tidak ada yang serupa dengan Allah.”

Allah mendengar dan pendengaran Allah tidak sama dengan pendengaran makhluk dan Allah melihat dan penglihatan Allah tidak sama dengan penglihatan makhluk.

Demikian pula dalam masalah ini, kita mengatakan bahwasanya Allah berbicara sesuai dengan keagungan-Nya dan tidak sama dengan kalam dan sifat bicara yang dimiliki oleh manusia.

وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِيمًا

Demikianlah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, dan in sya Allah kita bertemu kembali pada pertemuan yang selanjutnya pada waktu dan keadaan yang lebih baik.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Materi Kajian Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah