🌍 Kajian Kitab
👤 Al-Ustadz Abu Haidar As-Sundawy حفظه الله
📗 Kitab Awaa’iqu ath Thalab (Kendala Bagi Para Penuntut Ilmu)
📝 as-Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim حفظه الله
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Meninggalkan atau tidak mengamalkan ilmu itu ada dua jenis :
Pertama tidak mengamalkan perintah-perintah yang wajib secara syar’i dan tidak meninggalkan larang-larangan yang Allah haramkan secara syar’i. Ini termasuk dosa-dosa besar. Jadi ada ayat atau hadits yang merintahkan yang wajib tetapi tidak diamalkan, ada hal yang dilarang dan haram tetapi tidak dijauhi malah dilaksanakan maka hal ini adalah dosa besar. Dan ayat-ayat dan hadits yang isinya ancaman terhadap orang yang meninggalkan amalan atau yang tidak mengamalkan ilmu itu untuk yang seperti ini. Dia tau wajibnya sholat, wajibnya shaum ramadhan, wajibnya zakat bagi yang sudah sampai nisab dan haul, wajibnya haji yang sudah mampu dia sudah tau tetapi disengaja tidak dilakukan. Dia sudah tau haramnya mabuk, haramnya berjudi, haramnya berdusta, haramnya ghibah tetapi dia lakukan. Maka orang ini terkena ancaman ayat dan hadits yang menjelaskan tidak mengamalkan ilmu.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff: 2-3)
Kedua meninggalkan yang sunnah dan tidak menjauhi perkara yang makruh. Kalau yang sunnah itu bagusnya dilaksanakan, tetapi dia tidak melaksanakan. Kalau yang makruh itu bagusnya dijauhi, tetapi dia malah melaksanakannya. Ini merupakan orang yang tidak mengamalkan ilmu. Dia tau perkara-perkara sunnah tetapi tidak diamalkan, dia tau perkara-perkara makruh tetapi masih dia lakukan. Ini kadang-kadang tercela tetapi tidak masuk ke dalam hadits-hadits ancaman terhadap orang yang tidak mengamalkan ilmu kecuali seorang yang alim dan thalibul ilmi maka hendaklah mereka memelihara dirinya diatas sunnah seluruhnya baik yang wajib atau yang fardhu termasuk menjauhi larangan-larangan. Kalau orang awam tidak mengamalkan amalan-amalan sunnah dan masih melakukan hal-hal yang makruh wajar lumrah. Tetapi kalau orang yang penuntut ilmu, pengajar ilmu itu gak layak.
Berkata Ibnul Jauzi “Orang yang miskin dengan sebenar-benarnya miskin itu bukan orang yang tidak mempunyai harta tetapi orang yang menyia-nyiakan umurnya untuk mempelajari ilmu yang tidak diamalkan baik tidak diamalkan karena tidak bisa diamalkan atau bisa diamalkan tetapi dia menyia-nyiakannya”.
Seperti yang tidak bisa diamalkan contohnya yaitu umpamanya ilmu politik tatanan negara, bisa diamalkan untuk pribadi atau tidak ? tidak. Paling tidak diamalkannya jikalau kita menjadi pejabat, penguasa. Kita belajar hukum positif, hukum pidana, hukum perdata bisa tidak kita amalkan ? mengamalkannya dengan teori itu bisa berdosa karena bertolak belakang dengan hukum Allah azza wajalla dan Rasul-Nya. Tidak mengamalkannya untuk apa dipelajari ? itulah orang miskin. Maka hilanglah, luputlah dari dia kelezatan dunia dan kebaikan akhirat. Di dunia dia tidak merasakan kesenangan, diakhirat juga tidak mendapatkan kebahagiaan. Dia muflis yakni orang yang bangkrut padahal dia punya hujjah, punya ilmu.
Jadi point kedua yang menjadi kendala dalam mencari ilmu adalah tidak mengamalkan ilmu.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أشْهَدُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ أنْتَ ، أسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته