Materi 41 ~ Penghalang Ketujuh – Terburu-buru Untuk Memperoleh Hasil Dari Belajar

Ustadz Abu Haidar As-Sundawy حفظه لله تعالى
AdabSyarah Kitab

🌍 Kajian Kitab
👤 Al-Ustadz Abu Haidar As-Sundawy حفظه الله
📗 Kitab Awaa’iqu ath Thalab (Kendala Bagi Para Penuntut Ilmu)
📝 as-Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim حفظه الله

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Sebuah pribahasa dalam bahasa arab bukan ayat dan bukan hadits “man ista’jala qobla awanih ‘uqiba bi hirmanihi” – Barangsiapa orang yang terburu-buru untuk memanen sebelum waktunya maka dia akan mengalami kegagalan -. Padi yang seharusnya dipanen setelah empat bulan karena ingin terburu-buru menjual dan memakan hasilnya baru dua bulan sudah dipanen. Apa yang dia dapat ? dia tidak memperoleh apa-apa. Banyak penuntut ilmu yang menyangka bahwa ilmu itu makanan siap saji atau minuman siap teguk, rasa dan hasilnya bisa nampak seketika itu juga, kaidah dan fungsinya bisa dirasakan seketika itu juga, dan banyak yang seperti itu. Mereka berangan-angan, berharap didalam dirinya setelah berlalu satu tahun dari waktu belajarnya kurang atau lebih dari proses belajar yang dilakukannya dia akan menjadi seorang alim, seorang berilmu yang mumpuni maka hal ini adalah pandangan yang keliru, gambaran yang salah, bahayanya sangatlah besar, kelak orang seperti ini akan terjerumus kedalam akibat yang tercela dan berbahaya, salah satunya yaitu bisa “al qaulu alaa llahi bighoiri ilmi” berbicara atas nama Allah tanpa ilmu. Syariat itu adalah buatan Allah azza wa jalla, syariat itu ketetapan Allah azza wa jalla. Jikalau seseorang berbicara tentang syariat islam berarti dia berbicara atas nama Allah subhanahu wa ta’ala, karena ilmunya dangkal tetapi dia sudah terlalu jauh berani berbicara tentang syariat, dia bisa terjerumus kedalam hal ini dan ini termasuk kedalam salah satu jebakan syathan laknatullahi ‘alaihi. Sesungguhnya syathon memerintahkan kepada kalian untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk dan keji agar kalian berbicara atas nama Allah tanpa ilmu. Karena berbicara atas nama Allah tanpa ilmu itu lebih besar kerusakannya daripada maksiat, kalau maksiat hanya diri sendiri yang celaka dan orang lain tidak akan terbawa-bawa celakanya, tetapi kalau berbicara atas nama Allah tanpa ilmu maka akan mempengaruhi banyak orang, bicaranya dianggap benar padahal keliru atau salah, dia sesat dan menyesatkan. Jadi yang pertama buah yang buruk dari istija (terburu-buru) sebelum waktunya tetapi dia ingin memanen, sebelum waktunya berdakwah dia berdakwah, sebelum waktunya mengajar dia sudah mengajar keburukan pertama adalah Berbicara Atas Nama Allah Tanpa Ilmu. Kedua “wa shiqotu al umya bin nafs“, ini yang disebut dengan konfiden secara membabi buta, terlalu percaya diri, kepercayaan dirinya melebihi kemampuan dirinya. Ketiga “wa hubbul ‘uluwwi wat tashodur“, yakni mencintai kedudukan, mencintai pujian, mencintai popularitas itu yang dia kejar dengan kiprah yang dia lakukan dan ilmu yang sangat minim, syaikh utsaimi rahimahullahu ta’ala dalam kitabul ilmi dalam bab al akhtho alati yajibu hadruha beberapa hal yang wajib dihindari oleh para penuntut ilmu adalah “At tashodur qoblat ta ahhul“, tashodur itu artinya menjadi narasumber, mengajar, dakwah. qoblat ta ahhul yakni sebelum dia berkemampuan untuk itu. Mengajar sebelum layak itu termasuk kesalahan fatal.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أشْهَدُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ أنْتَ ، أسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Materi Kajian Kitab Awaa’iqu ath Thalab