🌍 Kajian Kitab
👤 Al-Ustadz Abu Haidar As-Sundawy حفظه الله
📗 Kitab Awaa’iqu ath Thalab (Kendala Bagi Para Penuntut Ilmu)
📝 as-Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim حفظه الله
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Diperolehnya ilmu itu setelah melakukan perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Aku bisa meraih ilmu itu dengan tidur beralaskan tanah kerikil dengan bersandar kepada batu, dengan membiasakan bergadang, dengan banyak-banyak meneliti dan menelaah, dengan cara memfungsikan pikiran bukan mematikan pikiran. Mematikan akal, mematikan pikiran sangatlah mudah. Bagaimana caranya ? baca saja novel, komik, baca saja cerita-cerita fiktif, pakai saja untuk menonton-menonton film fiktif, dan pakai saja untuk main game maka dijamin akal dan pikiran itu rusak. Efeknya susah dipakai untuk menghafal makanya ulama ini menyatakan dengan memfungsikan pikiran kita kemudian dengan melakukan banyak safar dan dengan menerjang berbagai macam bahaya. Karena pada zaman dahulu para ulama ketika kesana kemari bukan berarti tidak ada resiko maka aku akhirnya memperoleh sesuatu yang sesuatu itu tidak layak kecuali untuk ditanam tidak bisa dibiarkan begitu saja karena terlalu berharga untuk dibuang begitu saja, ini harus ditanam karena ini adalah benih dan tidaklah hal ini ditanam kecuali didalam jiwa, dan tidaklah benih itu bisa disiram kecuali dengan cara ditelaah dan dipelajari. Ilmu ini ibarat binatang buruan, bila sudah ditangkap dan tidak diikat maka dia akan lepas begitu saja maka ikatlah dia dengan cara dicatat. Berkata mualif (penulis), “Coba sekarang kau lihat orang yang selama siang harinya sibuk ngobrol tidak jelas, ngegosip. Mereka berkumpul di siang harinya ngobrol dan dimalam harinya mereka habiskan untuk berjima’ (dengan suami/istrinya)”. Apakah mungkin dari seorang ini lahir seorang yang faqih, seorang yang berilmu ?. Waktunya dihabiskan untuk berleha-leha. Dibagian akhir berkata mualif (penulis), “Sesungguhnya ilmu tidak akan diperoleh kecuali oleh orang yang selalu menenteng dafatir (buku catatan), yang selalu membawa-bawa mahaabir (gelas tinta) dengan menempuh jarak yang jauh dan berbahaya, dengan terus menerus mempelajari ilmu baik siang maupun malam. Berdasarkan hal itu sekali lagi bahwa ilmu tidak bisa diperoleh dalam jangka waktu yang singkat. Ilmu tidak bisa diraih dengan hanya berleha-leha tetapi ilmu harus kita cari dengan jangka waktu yang sangat panjang dengan pengorbanan yang sangat besar dan dengan kadang-kadang melakukan perjalanan yang sangat jauh maka seluruh pengorbanan itu akan Allah azza wa jalla balas dengan cara diberinya ilmu yang bermanfaat bagi diri kita. Lihat barokah dari ilmu ini tidak masuk akal. Lihat umpamanya pada zaman syaikhul islam ibnu Taimiah rahimahullah selama hidupnya beliau kalau tidak belajar, mengajar, berdakwah, berperang, berjihad dan dipenjara waktunya habis untuk hal itu sampai nikah pun tidak sempat. Tetapi coba liat barokah dari ilmunya, kitab karangannya yang baru ditemukan itu sudah lima ratus judul buku. Coba kita liat salah satu karya beliau yang monumental yang fenomenal yang beliau tulis Majmu Fatawa tiga puluh jilid, dua jilid terakhir itu cuma daftar isi yang isinya tiga puluh lima jilid, satu jilidnya lebih tebal daripada mushaf Al-Qur’an. Kita seumur hidup membacanya saja belum tentu tamat dan itu baru satu judul. Satu judul kitabnya saja belum tentu tamat dibaca seumur hidup maka beliau dahulu bagaimana cara mengarangnya dan menulisnya sungguh luar biasa dan demikian juga para ulama yang lainnya. Hal tersebut yang benar-benar menyebabkan ilmu mereka barokah karena waktu dan hidup mereka, amal mereka juga barokah.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أشْهَدُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ أنْتَ ، أسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته